Jakarta: Data Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tahun 2023 menunjukkan skor literasi finansial Indonesia (57) masih berada di bawah rata-rata dunia (60). Survei OJK tahun 2022 pun menunjukkan rata-rata tingkat literasi finansial di masyarakat Indonesia saat ini hanya mencapai 49,68 persen.
Rendahnya literasi ini berdampak pada sejumlah hal, salah satunya maraknya fenomena gagal bayar pinjaman daring (pinjaman online) di kalangan generasi muda. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023 mencatat, sebanyak 57,3 persen dari total kredit macet pinjaman online (pinjol) perseorangan dalam skala nasional didominasi usia 19-34 tahun.
Bahkan, data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan per Juli 2024, terdapat sekitar 4 juta pemain dan 168 juta transaksi judi online (judol) di Indonesia. Data ini cukup menyadarkan, di satu sisi kemajuan teknologi merevolusi ketersediaan layanan finansial bagi masyarakat Indonesia.
Fenomena banyaknya generasi muda yang gagal membayar utang tersebut, menggambarkan rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia. Data ini semakin menunjukkan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat Indonesia tentang cara mengelola keuangan masih perlu ditingkatkan.
Untuk itulah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Panduan Pendidikan Literasi Finansial. Pendidikan Literasi Finansial merupakan satu dari tiga isu prioritas yang diangkat dalam Kurikulum Merdeka, selain isu pendidikan perubahan iklim dan pendidikan kesehatan.
Panduan yang diterbitkan melalui webinar bertajuk “Bergerak Bersama untuk Pendidikan Literasi Finansial dalam Kurikulum Merdeka” ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan kemampuan dalam menerapkan konsep pengelolaan finansial yang baik dan bijak dalam kehidupan sehari-hari.
“Pendidikan Literasi Finansial bukanlah kebijakan baru. Ini merupakan sekumpulan resources yang akan memudahkan Ibu dan Bapak guru dalam mengembangkan kecakapan finansial melalui Kurikulum Merdeka,” Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo dalam siaran persnya, di Jakarta.
Penerapan di Sekolah
Kepala SMAN 3 Pontianak, Moh. Ikhwan menyampaikan penerapan Pendidikan Literasi Finansial di sekolahnya. “Kami menekankan prinsip kolaborasi dan sesuai tantangan lokal. Sekolah kami berkolaborasi dengan mitra-mitra yang relevan dan membantu kami menciptakan solusi,” terang Ikhwan.
Ikhwan menjelaskan contoh praktik baik sekolahnya yang bekerja sama dengan Bank Sampah Rosella untuk menjawab tantangan kebersihan lingkungan. Warga sekolah mendaur ulang sampah di sekitar sekolah menghasilkan produk dengan nilai ekonomi.
Hasil penjualan produk kemudian dimanfaatkan sebagai kas kelas. Menurutnya, projek ini bukan sekadar mengidentifikasi masalah, tetapi proyek untuk menciptakan solusi sesuai konteks lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Beritafintech.com
(CEU)
Skor literasi finansial Indonesia masih rendah, terutama di kalangan generasi muda. Hal ini berdampak pada kemampuan mereka dalam mengelola keuangan secara bijaksana dan berinvestasi. Generasi muda menjadi rentan terhadap utang konsumtif dan kesulitan merencanakan masa depan keuangan mereka. Ketidakpahaman tentang literasi finansial juga membuat generasi muda mudah terjebak dalam praktik investasi bodong atau penipuan keuangan lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk memberikan edukasi literasi finansial yang lebih intensif kepada generasi muda agar mereka dapat menjadi generasi yang lebih cerdas dan mandiri dalam mengelola keuangan mereka.