Fenomena Kredit Macet Meningkat di Fintech, Ini Gegaranya!

Fenomena Kredit Macet Meningkat di Fintech, Ini Gegaranya!

Jakarta: Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono melihat fenomena meningkatnya kredit macet di fintech baik kredit konsumtif maupun kredit produktif, harus diwaspadai.

Hal ini dapat dilihat sebagai sinyal melemahnya usaha mikro dan ekonomi rakyat. Sebagian besar nasabah fintech atau pinjaman online (pinjol) adalah masyarakat kelas bawah, termasuk usaha mikro.

“Ketika usaha mikro terpuruk, maka kemampuan mereka mengembalikan utang melemah, bahkan mengalami gagal bayar,” kata Yusuf, dilansir Mediaindonesia.com, Selasa, 23 Mei 2023.
Ia menuturkan, melemahnya ekonomi rakyat akan diikuti dengan pelemahan daya beli. Inflasi Ramadan-Lebaran tahun ini yang jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu, harus dipandang sebagai indikasi pelemahan daya beli rakyat, alih-alih keberhasilan pengendalian inflasi.

“Faktor terpenting dari kenaikan kredit macet di fintech menurut saya adalah suku bunga yang tinggi. Suku bunga di fintech ada di kisaran 0,5 persen per hari, atau sekitar 15 persen per bulan. Suku bunga ini sangat tinggi bila dibandingkan misalnya suku bunga KUR saat ini yang hanya di kisaran tujuh persen per tahun,” kata Yusuf.

Yusuf menerangkan suku bunga tinggi di fintech dan pinjol ini cenderung semakin tinggi ketika suku bunga Bank Indonesia (BI) meningkat. Suku bunga BI kini di 5,75 persen, naik 225 basis poin sejak Agustus 2022.

Dengan batas atas suku bunga maksimum 0,8 persen per hari, suku bunga yang dikenakan fintech atau pinjol dapat mencapai 24 persen per bulan. Tingkat bunga itu dinilianya sangat mencekik.

Suku bunga tinggi akan selalu memperburuk risiko gagal bayar (default risk), melalui tiga jalur:

  1. Pertama, suku bunga tinggi membuat beban bunga dan pengembalian utang menjadi lebih berat bagi peminjam.
  2. Kedua, suku bunga tinggi telah menarik semakin banyak high-risk borrowers.
  3. Ketiga, suku bunga tinggi memaksa borrowers terlibat dalam aktivitas yang lebih berisiko demi memenuhi pembayaran utang.
TRENDING  Kinerja Bank Milik Fintech Terus Membaik, Harga Saham Berpotensi Naik?

Menurutnya, solusi mendasar yang harus dilakukan OJK sebagai regulator untuk menekan kredit macet di fintech adalah menekan batas atas suku bunga di fintech.

“Dengan suku bunga yang sangat tinggi, akan selalu ada nasabah mikro yang terjerat kredit macet di fintech, terlebih di masa resesi. Suku bunga KUR dapat menjadi referensi ideal untuk suku bunga yang sepantasnya dikenakan pada nasabah mikro,” kata Yusuf.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Beritafintech.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(AHL)

Fenomena kredit macet di perusahaan fintech semakin meningkat, mengakibatkan dampak besar dalam industri keuangan. Penyaluran pinjaman yang tidak terbayarkan oleh peminjam menjadi masalah utama bagi perusahaan fintech. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas sektor keuangan dan perlindungan konsumen. Bank Indonesia pun harus terus melakukan pengawasan ketat terhadap fintech agar tidak terjadi krisis finansial yang lebih besar. Masyarakat juga perlu lebih bijak dalam menggunakan layanan pinjaman online demi menghindari risiko kredit macet yang dapat merugikan semua pihak.

Check Also

Adopsi Teknologi Jadi Alasan Sejumlah Bank Tutup Layanan Bank Draft

Adopsi Teknologi Jadi Alasan Sejumlah Bank Tutup Layanan Bank Draft

Adopsi teknologi menjadi alasan utama sejumlah bank untuk menutup layanan bank draft. Bank-bank tersebut mengklaim bahwa dengan adanya teknologi digital, proses transfer dan pembayaran menjadi lebih efisien dan cepat. Hal ini juga diikuti dengan meningkatnya keamanan transaksi online yang membuat pengguna lebih percaya untuk menggunakan layanan digital daripada metode konvensional seperti bank draft. Meskipun demikian, beberapa pihak masih merasa keberatan dengan penutupan layanan bank draft ini karena mereka masih membutuhkan metode tersebut dalam melakukan transaksi tertentu

%site% | NEWS