ILUSTRASI. Ilustrasi Fintech tumbang. KONTAN/Muradi
Beritafintech.com – JAKARTA. Guna mengantisipasi penyebaran fintech ilegal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan aturan baru yang merupakan penyempurnaan dari POJK 77/2016 mengenai fintech P2P Lending.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi menyebut, ada beberapa poin yang menjadi perhatian regulator untuk mengatur industri fintech mulai dari permodalan, tata kelola perusahaan, manajemen risiko, perizinan dan kelembagaan.
“Selain berbagai penguatan di atas, kegiatan literasi juga terus dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat sekaligus menghindari kerugian akibat pinjaman online,” kata Riswinandi, Rabu (30/6).
Oleh karena itu, ia menghimbau agar masyarakat senantiasa menggunakan jasa Fintech P2P yang telah terdaftar di OJK. Kemudian memastikan bahwa para pemain fintech tersebut memiliki tingkat kepatuhan yang baik terhadap regulasi dan peraturan perundang-undangan yang ada.
Jika tidak patuh, OJK akan memberikan sanksi tegas. Terlebih, regulator akan dibantu oleh Komite Etik Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) untuk menertibkan serta menegur anggotanya yang terbukti melakukan tindakan-tindakan di luar koridor regulasi.
Baca Juga: Tingkatkan layanan pembayaran, Bank Neo Commerce gandeng fintech Arash-Wallyt
OJK juga berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain untuk mengawasi industri fintech ilegal. Berangkat dari situ, OJK membentuk Satgas Waspada Investasi yang melibatkan Kejaksaan, Kepolisian, Kominfo, Kemendag, kemenkop, BKPM dan Kemendag.
Di sisi internal, OJK juga terus melakukan peninjauan melalui moratorium pendaftaran dengan tidak menerima pendaftaran perusahaan baru lebih dari setahun terakhir. Bahkan untuk memastikan status izin fintech, OJK memanfaatkan momentum ini menelaah kembali perkembangan bisnis mereka.
“Kami melakukan scrutinize pada platform-platform yang belum comply pada regulasi, maupun tidak memiliki kapasitas SDM dan operasional yang memadai untuk menjalankan bisnisnya,” terang Riswinandi.
Saat moratorium dimulai Februari 2020 lalu, terdapat 165 perusahaan yang terdaftar dan berizin di OJK namun sekarang berkurang menjadi 125 perusahaan. Jika dirinci berasal dari 60 fintech berstatus terdaftar serta 65 yang telah memiliki status berizin.
“Saat ini kami sedang menyelesaikan status 60 perusahaan yang terdaftar tersebut menjadi berizin,” lanjutnya.
Tahun lalu, OJK telah menyusun Digital Finance Innovation Road Map and Action Plan 2020-2025 untuk mendukung inovasi yang bertanggung jawab di sektor jasa keuangan melalui penyusunan kebijakan yang menyeimbangkan antara inovasi, stabilitas keuangan, dan perlindungan konsumen.
Khusus untuk pengawasan P2P Lending, OJK juga sedang mengembangkan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) melalui pengawasan dengan pendekatan berbasis teknologi (SupTech).
“Hingga saat ini, sudah sekitar 83 perusahaan yang terkoneksi atau terintegrasi ke Pusdafil dan tentunya integrasi ini masih terus berjalan. Menghimbau agar menggunakan fintech terdaftar di OJK closing,” tutupnya.
Selanjutnya: Fintech P2P lending semakin gencar salurkan pendanaan bagi UMKM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera menerbitkan aturan baru untuk mengatur dan mengawasi perusahaan financial technology (fintech) ilegal di Indonesia. Langkah ini diambil untuk meningkatkan perlindungan dan keamanan bagi nasabah serta mencegah praktik-praktik ilegal yang dapat merugikan masyarakat. Dengan adanya aturan baru ini, diharapkan dapat menciptakan lingkungan fintech yang lebih teratur dan terjamin, serta menyediakan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen. OJK juga akan melakukan tindakan tegas terhadap fintech ilegal yang tidak segera mengikuti aturan baru yang diterbitkan. Dengan demikian, diharapkan pasar fintech di Indonesia dapat berkembang secara sehat dan bertanggung jawab.