Ada 142 Lender dari 4 Fintech Lending Gugat OJK di PTUN, Ini Isi Tuntutannya

21 Penyelenggara Fintech P2P Lending Miliki TWP90 di Atas 5%, Ini Kata AFPI

ILUSTRASI. P2P Lending. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, terdapat 21 penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending memiliki tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP90 di atas 5% per November 2024.

Beritafintech.com – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, terdapat 21 penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending memiliki tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP90 di atas 5% per November 2024. Jumlahnya tercatat meningkat dibandingkan posisi per Oktober 2024 yang sebanyak 19 penyelenggara.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar menuturkan masih adanya fintech lending yang memiliki TWP90 di atas 5% itu tidak berdampak signifikan terhadap stabilitas industri secara keseluruhan.

“AFPI melihat secara general, 21 perusahaan yang TWP90 nya di atas 5% ini, tidak mempengaruhi stabilitas industri secara signifikan. Karena industri ini secara total kan masih bagus, TWP-nya juga masih terbilang aman,” kata Entjik dalam acara AFPI Journalist Workshop & Gathering di Kabupaten Bandung Barat, Rabu (22/1). 

Baca Juga: AFPI Proyeksikan 46 Juta UMKM Jadi Peminjam Fintech P2P Lending di 2025

Selain itu, Entjik mengatakan, mayoritas dari 21 perusahaan fintech P2P lending alias perusahaan pemberi pinjaman daring (pindar) tersebut beroperasi di sektor produktif.

“Kenapa TWP90 mereka di atas 5%? Hal ini disebabkan oleh portofolio mereka yang relatif kecil. Sehingga tidak memberikan dampak yabg signifikan terhadap stabilitas industri secara keseluruhan,” ungkapnya. 

TRENDING  Dampak Inflasi Kesehatan bagi Kondisi Finansial Keluarga

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Entjik menuturkan, AFPI tengah berdiskusi terkait langkah-langkah jitu untuk memperbaiki perusahaan pindar yang TW90 nya masih di atas 5%. 

Tak hanya itu, AFPI juga tengah mencari jalan keluar untuk menghadapi sejumlah tantangan yang masih dihadapi oleh industri fintech P2P lending. Salah satunya, seperti adanya sindikat-sindikat yang mencoba mengeksploitasi sistem melalui pengajuan kredit fiktif. 

“Maka masalah ini juga sedang kami lakukan diskusi, bagaimana pemuatan di risk management dan credit risk,” imbuhnya. 

Entjik menerangkan, untuk mengatasi tantangan tersebut, AFPI fokus memperkuat manajemen risiko, terutama dalam hal pengelolaan risiko kredit.

Baca Juga: Ada Penyesuaian Bunga Fintech Lending pada 2025, Ini Tanggapan AFPI

Sebagai informasi, Tingkat Wanprestasi di atas 90 Hari (TWP90) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kredit bermasalah (non-performing loans/NPL) dalam lembaga keuangan, termasuk fintech lending, perbankan, atau pembiayaan lainnya.

TWP90 industri fintech lending tercatat mengalami kenaikan atau memburuk per November 2024. TWP90 fintech lending per November 2024 sebesar 2,52%, sedangkan TWP90 per Oktober 2024 sebesar 2,37%.

Sebelumnya, TWP90 tercatat membaik sejak Juni 2024 hingga akhirnya menyentuh angka 2,37% per Oktober 2024. 

OJK juga mencatat outstanding pembiayaan fintech lending per November 2024 mencapai Rp 75,60 triliun. Pencapaian per November 2024 tumbuh sebesar 27,32% Year on Year (YoY).

Selanjutnya: Kementerian ESDM Masih Kaji Kemungkinan Perguruan Tinggi dan UMKM Kelola Tambang

Menarik Dibaca: 6 Manfaat Telur Jika Dikonsumsi Setiap Hari, Apakah Aman?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

TRENDING  Bank Digital Genjot Fee Based Income

Check Also

Ini daftar lengkap 158 fintech yang mengantongi izin dari OJK

Ini alasan fintech lending syariah jauh tertinggal dibanding pemain konvensional

Fintech lending syariah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pemain konvensional karena beberapa alasan utama. Pertama, masih minimnya pemahaman masyarakat tentang produk dan layanan keuangan syariah. Kebanyakan orang lebih familiar dengan sistem konvensional sehingga sulit untuk beralih ke fintech lending syariah. Kedua, regulasi yang belum mendukung perkembangan fintech lending syariah juga menjadi hambatan utama. Beberapa aturan yang ada cenderung lebih menguntungkan pemain konvensional daripada syariah, sehingga membuat para pelaku usaha enggan untuk berinvestasi di sektor ini. Selain itu, kurangnya kerjasama antara lembaga keuangan syariah dan fintech lending juga turut memperlambat pertumbuhan industri ini. Dibutuhkan sinergi yang kuat antara kedua pihak agar dapat memberikan layanan finansial yang komprehensif dan berkualitas bagi masyarakat. Meskipun demikian, potensi pasar untuk fintech lending syariah tetap besar dan masih perlu terus dikembangkan agar dapat bersaing secara sehat dengan pemain konvensional. Diperlukan upaya bersama dari semua pihak terkait untuk meningkatkan literasi keuangan syariah serta menciptakan regulasi yang mendukung pertumbuhan industri ini di masa depan

%site% | NEWS