Rencana OJK Batasi Lender Individu Non Profesional di Fintech Tuai Pro dan Kontra

Fintech Lending Punya Hak Menagih jika Peminjam Tak Kembalikan Pinjaman

ILUSTRASI. Bisnis fintech peer to peer (P2P) lending. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan, perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending punya hak untuk menagih peminjam atau borrower apabila tak mengembalikan pinjaman.

Beritafintech.com – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan, perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending punya hak untuk menagih peminjam atau borrower apabila tak mengembalikan pinjaman. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menerangkan pada dasarnya konsumen yang memanfaatkan produk/layanan keuangan, khususnya produk kredit dan/atau pembiayaan, memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran kembali. Ini sebagaimana diatur dalam perjanjian antara konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). 

Friderica mengatakan kondisi gagal bayar merupakan salah satu bentuk peristiwa wanprestasi konsumen.

“Pada akhirnya memberikan hak bagi PUJK untuk dapat melakukan penagihan, hingga eksekusi agunan/jaminan,” ujarnya dalam lembar jawaban resmi Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025, Kamis (20/2).

Baca Juga: PPATK: Fintech Lending Digunakan Pemain Judi Online untuk Pinjam Uang

Friderica menyampaikan OJK sebagai regulator sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang, memahami bahwa dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 telah diatur mengenai hak dan kewajiban PUJK dan konsumen. 

“Satu kewajiban konsumen adalah membayar sesuai dengan nilai/harga dan/atau biaya produk dan/atau layanan yang disepakati dengan PUJK, sedangkan hak PUJK adalah menerima pembayaran sesuai dengan nilai/harga dan/atau biaya produk dan/atau layanan yang disepakati dengan konsumen,” ucapnya.

TRENDING  Pasar Finansial Indonesia Semakin Tak Menarik di Mata Asing

Lebih lanjut, Friderica menyebut poin ketentuan mengenai hak dan kewajiban PUJK dan konsumen juga telah diturunkan ke dalam Peraturan OJK (POJK) POJK 22 Tahun 2023, untuk kemudian dapat dipahami dan ditaati baik oleh PUJK maupun konsumen. 

Selanjutnya, menindaklanjuti amanat Undang-Undang, dalam POJK 22 tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan telah mengatur mengenai tata cara penagihan dan pengambilalihan atau penarikan agunan yang menjadi acuan bagi PUJK dalam menyikapi gagal bayar dari konsumen.

Selain hal tersebut, Friderica menerangkan OJK juga mendorong agar PUJK dapat melakukan analisis secara cermat dan tepat mengenai kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan membayar konsumen. 

“Hal itu juga menjadi salah satu cara memitigasi risiko gagal bayar sedini mungkin dengan mempertimbangkan produk jasa keuangan, khususnya produk kredit atau pembiayaan, harus dilandaskan pada iktikad baik konsumen maupun PUJK, termasuk kemampuan bayar konsumen,” tuturnya.

Selain itu, Friderica mengatakan OJK juga selalu mengedukasi konsumen dan masyarakat untuk bertanggungjawab atas pinjaman yang diajukannya. 

Dia menyebut OJK juga memberikan informasi mengenai akibat dan risiko yang akan diterima oleh konsumen dan masyarakat apabila tidak melakukan pembayaran angsuran atau pelunasan pinjaman, yaitu akan berdampak buruk pada informasi debitur di Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil).

Imbasnya, hal itu dapat menyebabkan konsumen dan masyarakat akan kesulitan ketika ingin melakukan pinjaman kembali. Selain itu, beberapa perusahaan juga sudah mewajibkan konsumen dan masyarakat yang ingin bekerja untuk memberikan hasil informasi debitur. 

“Apabila hasil tersebut buruk, tentu akan menjadi penghambat untuk diterima bekerja di suatu perusahaan,” ungkap Friderica.

TRENDING  Danareksa Investment Management Ubah Nama Menjadi BRI Manajemen Investasi

Baca Juga: Pinjol Ilegal Jadi Aktivitas Keuangan Ilegal Terbanyak di 2024

Di sisi lain, OJK sempat menyampaikan pembiayaan bermasalah atau tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP90 industri fintech P2P lending per Desember 2024 mencapai Rp 2,01 triliun. Adapun penyumbang terbesar kredit macet fintech lending per Desember 2024 berasal dari borrower atau peminjam individu yang porsinya mencapai 74,74%.

Dari porsi individu tersebut, borrower usia 19 tahun-34 tahun menyumbang kredit macet sebesar 52,01%, sedangkan usia 35 tahun-54 tahun sebesar 41,49%. Disebutkan penyebab kredit macet pada borrower individu dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain terkait kemampuan bayar borrower yang rendah.

Selanjutnya: Prakiraan Cuaca Sulawesi Selatan Terbaru: Makassar, Palopo, Toraja, serta Lainnya

Menarik Dibaca: Benarkah Kacang Hijau Bisa Menyebabkan Asam Urat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Check Also

Pesan OJK, Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Meminjam di Fintech Lending

Ini Respons OJK Soal Hadirnya Portal Tenaga Penagihan di Industri Fintech Lending

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan respons terhadap hadirnya portal tenaga penagihan di industri fintech lending dengan sangat positif. Menurut OJK, kehadiran portal ini dapat membantu meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam proses penagihan utang, sehingga dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen. Selain itu, OJK juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas penagihan utang agar tidak melanggar aturan dan merugikan konsumen. Dengan adanya portal tenaga penagihan ini, diharapkan industri fintech lending dapat semakin berkembang secara sehat dan berkelanjutan

%site% | NEWS