Cegah Gagal Bayar, OJK Minta Fintech Lending Manfaatkan Penjaminan

Cegah Gagal Bayar, OJK Minta Fintech Lending Manfaatkan Penjaminan

Jakarta: Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi mengingatkan para pelaku industri fintech lending (pinjaman online) terkait potensi risiko penurunan operasi kinerja. Salah satu risiko utama yang harus dihadapi adalah risiko gagal bayar.
 
“Pada kasus ini, eksposur risiko kredit berpotensi meningkat sehubungan dengan memburuknya kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya,” ungkap Riswinandi dalam diskusi virtual, Selasa, 9 Maret 2021.
 
Menurutnya tanda meningkatnya eksposur risiko kredit adalah menurunnya tingkat pembayaran kredit dalam waktu 90 hari (TKB 90), dari 96,35 persen pada Desember 2019 menjadi 95,22 persen di Desember 2020. Terkait hal tersebut OJK mendorong para pelaku industri untuk mengantisipasi risiko gagal bayar tersebut dengan menerapkan strategi mitigasi risiko yang komprehensif.

“Salah satu opsi yang layak untuk memitigasi risiko kredit adalah memanfaatkan mekanisme asuransi dan penjaminan untuk melindungi pemberi pinjaman dari kemungkinan default kredit,” tegasnya.
 
Namun Riswinandi yakin para pelaku industri fintech lending telah berinisiatif memitigasi risiko kredit dan gagal bayar dengan baik. Hal inilah yang menjadi sebuah nilai tambah penting bagi pemberi pinjaman (lender) untuk berinvestasi di platform fintech lending.
 
Dalam pandangannya, krisis ekonomi akibat pandemi covid-19 saat ini menjadi kasus pengujian yang ideal dalam menekankan pentingnya penguatan fungsi risiko kredit. Informasi profil risiko peminjam (borrower) menjadi sangat penting untuk menentukan tingkat risiko kredit yang sesuai dan tingkat suku bunga yang ideal untuk peminjam.
 
“Oleh karena itu, kami berharap bahwa pengembangan Fintech Data Canter (FDC) bisa dipercepat untuk mengintegrasikan data peminjam dari semua para pelaku industri fintech lending di Indonesia,” tegas Riswinandi.
 
Selain itu, OJK juga mengingatkan pentingnya pelaku industri fintech lending untuk memitigasi risiko teknologi dan dunia maya. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat bahwa telah terjadi 495 juta serangan dunia maya di sepanjang tahun 2020, jumlah ini meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan jumlah serangan siber pada 2019.
 
Oleh karena itu, Riswinandi juga mendorong para pelaku industri fintech lending untuk mempersiapkan dan melaksanakan strategi manajemen risiko yang komprehensif untuk menangani meningkatnya eksposur risiko teknologi dan dunia maya. Dari perspektif regulasi, OJK saat ini sedang memproses peraturan baru tentang informasi risiko teknologi untuk mengatasi masalah keamanan siber di industri keuangan nonbank
 
“Selain risiko kredit dan siber, investor juga cenderung lebih berhati-hati memberikan tambahan pendanaan kepada para pelaku industri fintech. Kondisi menjadi tantangan bagi perusahaan fintech lending untuk meningkatkan kinerja keuangannya. Dengan kinerja keuangan yang kuat dan memiliki potensi profitabilitas yang baik dan berkelanjutan, maka mendapat kesempatan yang lebih untuk mendapatkan dana tambahan di masa depan,” tutup Riswinandi.

TRENDING  Bank-Bank Besar Ramai Terbitkan Obligasi, Pertanda Apa?

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di

Google News


Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.Beritafintech.com

(Des)

Check Also

Dukung Penguatan Industri Fintech Lending, OJK Lakukan Berbagai Langkah Kebijakan Ini

OJK: 2 Fintech Lending Syariah Berencana Merger untuk Penuhi Ketentuan Permodalan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa dua perusahaan fintech lending syariah, yaitu PT Amartha Mikro Fintek dan PT Investree Radhika Jaya, berencana untuk melakukan merger guna memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan oleh regulator. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memperkuat posisi kedua perusahaan dalam industri fintech lending syariah dan meningkatkan layanan kepada masyarakat. Dengan adanya merger ini, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan sektor keuangan syariah di Indonesia

%site% | NEWS