Mulai berkembang tahun 2016, begini kondisi fintech Indonesia hingga kuartal II-2020

Mulai berkembang tahun 2016, begini kondisi fintech Indonesia hingga kuartal II-2020

ILUSTRASI. Ilustrasi keuangan digital. KONTAn/Muradi/2017/04/18

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

Beritafintech.com – JAKARTA. Industri fintech telah hadir di Indonesia sejak 2016 hingga saat ini. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) memaparkan perkembangan industri fintech di tanah air.

“Jumlah perusahaan fintech yang terdaftar sebagai anggota Aftech meningkat dari 24 di 2016 menjadi 275 pada akhir tahun 2019. Pada akhir kuartal II tahun 2020 sudah mencapai 362,” ujar Ketua Umum Aftech Niki Luhur dalam konferensi virtual, Kamis (10/9).

Ia melanjutkan, Aftech mewakili 80% dari seluruh startup tekfin berlisensi di Indonesia. Jenis solusi fintech yang tersedia di pasar juga semakin berkembang dan bervariasi.

Pada awalnya, fintech Indonesia hanya bergerak pada dua vertikal yakni pembayaran digital (e-money) dan pinjaman online (peer to peer lending). Kini berkembang hingga mencakup Aggregator, innovative credit scoring, perencana keuangan, layanan urun dana (equity crowdfunding), dan project financing.

Baca Juga: Jakarta bakal PSBB, AFPI sarankan P2P lending sasar sektor yang masih bertumbuh

Hingga akhir kuartal II tahun 2020, di antara empat kategori model bisnis tekfin, pinjaman online menjadi yang paling dominan 44%, diikuti oleh tekfin kategori Inovasi Keuangan Digital (IKD sebanyak) 24%. Lalu pembayaran digital 17% dan diikuti layanan urun dana sebanyak 1%.

“Hal menarik yang menjadi catatan adalah perkembangan tekfin kategori IKD dan sejumlah penyelenggara tekfin yang ikut serta dalam Regulatory Sandbox OJK. Hingga akhir tahun 2019, terdapat 70 perusahaan tekfin kategori IKD, yang 61 di antaranya terdaftar sebagai anggota Aftech,” tambah Niki.

TRENDING  Perkuat Industri Fintech, OJK Sinergi dengan Sejumlah Asosiasi Gelar IFSE 2024

Hingga akhir kuartal II-2020, jumlah anggota Aftech yang berpartisipasi dalam Regulatory Sandbox OJK meningkat menjadi 76 yang beroperasi di 14 klaster.

Di antara 16 klaster Regulatory Sandbox OJK, lima yang memiliki jumlah penyelenggara terbanyak adalah Aggregator, Credit Scoring, Financial Planner, Project Financing, dan Financing Agent.

“Aftech tidak melihat adanya perubahan struktur model bisnis tekfin selama periode pandemi Covid-19. Mayoritas penyelenggara ini sama dengan hasil survei tahun 2019,” jelas Niki.

Baca Juga: Aftech paparkan peran fintech dalam pemulihan ekonomi nasional

Pertumbuhan pesat industri tekfin dipengaruhi oleh investasi di tekfin yang kian meningkat. Lalu jumlah penduduk usia kerja yang tinggi. Juga penetrasi internet yang berkembang dengan pesat, jumlah pengguna ponsel dan media sosial yang tumbuh dengan cepat.

“Selain itu banyaknya kelompok masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked dan underbanked) serta lingkungan regulasi yang kondusif,” pungkas Niki.

Selanjutnya: Begini dampak pandemi Covid-19 terhadap fintech di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Fintech Indonesia telah mengalami perkembangan pesat sejak tahun 2016. Hingga⁢ kuartal II-2020, sektor ini terus berkembang dengan pesat. Banyak perusahaan fintech ⁤yang mulai bermunculan dan menawarkan berbagai layanan inovatif seperti pembayaran digital, peer-to-peer lending, dan investasi online. ‌Namun, sektor ini juga dihadapkan pada berbagai tantangan seperti regulasi yang belum mapan dan persaingan ‌yang semakin ketat.⁢ Meskipun demikian, minat masyarakat terhadap layanan fintech terus meningkat, ​menunjukkan potensi pasar yang besar di Indonesia. Seiring ‍dengan perkembangan teknologi dan dukungan ​regulasi⁤ yang‌ memadai, fintech ⁣Indonesia diharapkan terus ‍berkembang dan memberikan manfaat‍ yang​ besar bagi masyarakat.

Check Also

Adopsi Teknologi Jadi Alasan Sejumlah Bank Tutup Layanan Bank Draft

Adopsi Teknologi Jadi Alasan Sejumlah Bank Tutup Layanan Bank Draft

Adopsi teknologi menjadi alasan utama sejumlah bank untuk menutup layanan bank draft. Bank-bank tersebut mengklaim bahwa dengan adanya teknologi digital, proses transfer dan pembayaran menjadi lebih efisien dan cepat. Hal ini juga diikuti dengan meningkatnya keamanan transaksi online yang membuat pengguna lebih percaya untuk menggunakan layanan digital daripada metode konvensional seperti bank draft. Meskipun demikian, beberapa pihak masih merasa keberatan dengan penutupan layanan bank draft ini karena mereka masih membutuhkan metode tersebut dalam melakukan transaksi tertentu

%site% | NEWS