ILUSTRASI. Gedung kantor pusat Bank BJB di Bandung.
Beritafintech.com – JAKARTA. Sejumlah bank bermodal mini telah merilis laporan keuangannya untuk tahun buku 2023. Beberapa di antaranya mampu mencatatkan pertumbuhan kinerja yang positif, meskipun ada juga bank-bank bermodal mini yang mencatatkan penurunan kinerja.
Secara industri, jika melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank di KBMI II mencatat total penyaluran kredit sebesar Rp 864.442 triliun per Desember 2023, naik dari Rp 720.129 triliun pada tahun sebelumnya.
Sejalan dengan itu, total DPK bank di KBMI II tercatat sebesar Rp 989.283 triliun per Desember 2023, naik dari Rp 888.107 triliun pada tahun sebelumnya. Dalam rinciannya, komposisi Giro dan Tabungan masing-masing 32,61% dan 17,29%, dan deposito memiliki komposisi 50,10% dari total DPK.
Di sisi lain, kinerja bank di KBMI I tampak menurun, hal ini jika dilihat dari total penyaluran kredit yang sebesar Rp 754.649 triliun per Desember 2023, menurun dari Rp 772,695 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Tertekan Biaya Dana, Kinerja Perbankan di Triwulan Pertama Diprediksi Kurang Menarik
Dari sisi pendanaan, Bank KBMI 1 mencatat total raupan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 918.307 triliun per Desember 2023, menurun dari Rp 989.871 triliun pada tahun sebelumnya. Dalam rinciannya, komposisi dana murah (CASA) seperti Giro dan Tabungan masing-masing sebesar 20,69% dan 23,86% dari total DPK. Sementara deposito memiliki komposisi 55,44%.
Adapun jika menelaah lebih rinci pada masing-masing kinerja bank bermodal mini, penyebab penurunan kinerja kredit dan DPK merupakan dampak dari tren suku bunga yang tinggi yang membuat beban operasional membengkak karena harus membayar biaya dana yang mahal. Sejalan dengan itu sejumlah bank-bank tersebut juga mempertebal pencadangannya untuk mengantisipasi risiko kredit macet.
Ambil contoh PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB), pentolan Bank Daerah ini mencatatkan penurunan laba bersih untuk tahun buku 2023 sebesar 22,80% secara tahunan atau year on year (YoY) menjadi Rp 1,78 triliun, meskipun di kinerja kredit dan DPK masih mencatatkan pertumbuhan masing-masing 8,05% dan 4,17% pada tahun lalu.
Jika ditelaah dari laporan keuangan konsolidasi perseroan, penurunan laba bersih ini disebabkan oleh membengkaknya beban operasional bank, baik itu dari beban bunga maupun cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan (CKPN) yang menebal.
Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi mengatakan, tantangan tersebut akan berlanjut di tahun 2024 ini, dimana biaya dana mahal masih akan berlanjut, meskipun memang Bank Indonesia diproyeksikan baru akan menurunkan suku bunga acuan pada semester kedua tahun ini.
“Tahun lalu memang tekanan dari suku bunga terasa sepanjang tahun, dan kita harapkan sejalan dengan proyeksi suku bunga di tahun ini akan melandai di semester kedua sejalan dengan kebijakan BI, sehingga ada ruang lebih longgar bagi perbankan dalam hal biaya dana,” kata Yuddy kepada Kontan.
Lebih lanjut Yuddy menyebut pihaknya akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit tahun ini, dengan target pertumbuhan di kisaran 8% menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan potensi yang ada. Maklum saja, tantangan kualitas kredit menurut Yuddy masih cukup menantang tahun ini.
Baca Juga: Bank Digital Tawarkan Bunga Tinggi hingga 9%, OJK Angkat Bicara
Selain BJB, Bank KBMI 2 lainnya yang mencatatkan penurunan adalah PT Bank BTPN Syariah Tbk. Bahkan penurunan ini mencapai 39,29% pada tahun 2023 yang menyebabkan laba bersih perseroan menurun dari Rp 1,33 triliun menjadi Rp 1,08 triliun per Desember 2023.
Selain penurunan penyaluran kredit menjadi Rp 11,38 triliun pada tahun lalu, biaya operasional yang membengkak juga menjadi salah satu penyebab kinerja laba BPTN Syariah menurun. Tercatat nilai CKPN BTPN Syariah sebesar Rp 1,21 triliun pada tahun 2023, naik dari sebelumnya Rp 768,92 miliar pada tahun sebelumnya.
Sementara itu PT IBK Bank Indonesia Tbk yang juga berada di KBMI II masih mampu mencatatkan pertumbuhan kinerja laba yang naik 80% pada tahun lalu menjadi Rp 187 miliar. Sejalan dengan itu penyaluran kredit juga tumbuh 16,50% menjadi Rp 9,4 triliun.
Direktur IBK Bank Lee Dae Sung mengatakan tahun ini pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 34% atau naik senilai Rp 3 triliun. Tentunya target tersebut akan disesuaikan dengan penyaluran kredit yang berkualitas.
Beban operasional yang meningkat di tengah kondisi ekonomi yang sulit telah membuat laba sejumlah bank di Indonesia tertekan. Bank-bank ini harus menghadapi berbagai masalah seperti peningkatan biaya selama pandemi, performa kredit yang menurun, dan penurunan pendapatan bunga. Akibatnya, laba yang seharusnya diperoleh oleh bank-bank tersebut mengalami penurunan tajam. Mereka juga harus berjuang untuk mempertahankan kesehatan keuangannya di tengah ketidakpastian ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perbankan Indonesia masih menghadapi tekanan besar yang perlu diatasi agar bisa pulih dan berkembang di masa depan.