Penyesuaian Suku Bunga Fintech P2P Lending Dinilai Berpotensi Turunkan Penyaluran

Penyesuaian Suku Bunga Fintech P2P Lending Dinilai Berpotensi Turunkan Penyaluran

ILUSTRASI. Mulai 1 Januari 2025, Otoritas OJK mengatur suku bunga fintech atau pinjaman daring (Pindar) menjadi 0,3% per hari untuk sektor konsumtif.

Beritafintech.com – JAKARTA. Penyesuaian ketentuan batasan manfaat ekonomi atau suku bunga bagi bagi industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) alias fintech peer-to-peer lending dinilai bisa menurunkan nilai penyaluran. 

Mulai 1 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur suku bunga fintech atau pinjaman daring (Pindar) menjadi 0,3% per hari untuk sektor konsumtif dengan tenor kurang dari 6 bulan. Sedangkan untuk tenor di atas 6 bulan menjadi 0,2% per hari. 

Kemudian, batasan manfaat ekonomi untuk sektor produktif Mikro dan Ultra Mikro dengan tenor kurang dari 6 bulan menjadi 0,275% per hari, dan tenor di atas 6 bulan menjadi 0,1% per hari. 

Sementara untuk sektor produktif Kecil dan Menengah batasan manfaat ekonominya menjadi 0,1% per hari, dengan tenor kurang dari 6 bulan, dan tenor di atas 6 bulan juga sama menjadi 0,1% per hari. 

Baca Juga: Daftar 97 Pinjol Resmi OJK Terbaru, Berlaku Per Januari 2025

Mengenai hal ini, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, perubahan di sisi borrower akan mempengaruhi sisi lender. Sebab, ketika bunga sisi borrower turun, manfaat dari sisi lender juga akan turun. 

“Maka fintech P2P lending bisa berkurang penyalurannya, terutama dari sisi lender individu/ritel yang semakin rendah porsinya,” kata Nailul kepada Beritafintech.com, Rabu (1/1).

TRENDING  Tiga Bank BUMN Masuk Pengelolaan Danantara, Ini Kata OJK

Nailul menilai, lender ritel akan memilih investasi di sektor lainnya. Terlebih karena bunga investasi lainnya masih cukup tinggi dan akan cenderung memilih berinvestasi di instrumen investasi yang mendatangkan keuntungan lebih.

Sementara itu, dampak dari sisi lender yang cukup tertekan bisa membuat likuiditas penyaluran akan terganggu. Ketika dana menurun, permintaan akan pinjaman daring juga akan menurun. 

Baca Juga: OJK Atur Batas Suku Bunga Fintech P2P Lending, Begini Kata AFPI

“Hal ini akan mempengaruhi operasional platform pinjaman daring. Akan berdampak kepada pendanaan startup juga. Ini yang saya sebutkan, perubahan di sisi borrower akan mempengaruhi dari sisi lender dan industri secara luas,” tuturnya.

Kendati demikian, dia masih menilai permintaan untuk pinjaman daring masih cukup tinggi dan penyalurannya akan lebih banyak ditopang oleh lender perbankan. 

Nailul memprediksi penyaluran bisa di angka 20% di tahun 2025. Adapun salah satu faktor permintaan yang menurutnya signifikan ke depan adalah penurunan daya beli masyarakat yang berimbas peningkatan permintaan pembiayaan. 

“Mereka cenderung membutuhkan pembiayaan uang cash. Pinjaman daring menjadi salah satu alternatifnya,” lanjutnya.

Selanjutnya: PHRI Harap Diskon Tarif Listrik Jadi Stimulus di Tengah Lesunya Industri Perhotelan

Menarik Dibaca: Ini Panduan Cara Pesan Grab Motor bagi Pengguna Baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Check Also

KPPU Teruskan Kasus Dugaan Kartel Fintech

KPPU Teruskan Kasus Dugaan Kartel Fintech

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan untuk melanjutkan kasus dugaan kartel di industri fintech. Kasus ini menjadi sorotan publik karena potensi dampaknya terhadap persaingan usaha dan konsumen. KPPU berkomitmen untuk menindak tegas praktik kartel yang merugikan masyarakat dan mengganggu ketertiban pasar. Semua pihak yang terlibat dalam praktik kartel akan dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Persaingan Usaha. KPPU mengajak seluruh pelaku usaha fintech untuk patuh pada aturan yang berlaku demi menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan adil bagi semua pihak

%site% | NEWS