OJK Terapkan Aturan Baru Terkait Lender dan Borrower Fintech Lending, Ini Detailnya

OJK Terapkan Aturan Baru Terkait Lender dan Borrower Fintech Lending, Ini Detailnya

ILUSTRASI. OJK menerapkan ketentuan baru yang mencakup pemberi dana (lender) dan penerima dana (borrower) di industri fintech peer to peer (P2P) lending.

Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati

Beritafintech.com – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan ketentuan baru yang mencakup pemberi dana (lender) dan penerima dana (borrower) di industri fintech peer to peer (P2P) lending.

Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi menyebut adanya ketentuan baru itu bertujuan meningkatkan kualitas pendanaan, menciptakan ekosistem industri yang tumbuh sehat, efisien dan berkelanjutan, hingga pelindungan konsumen/masyarakat di industri fintech lending. 

“Selain itu, bertujuan untuk meminimalisir potensi risiko hukum dan reputasi bagi pelaku industri fintech lending,” ungkap Ismail dalam keterangan resmi, Selasa (31/12).

Baca Juga: Resmi, Bunga Turun Mulai 2025, Berlaku 97 Di Perusahaan Pinjol Legal Berikut

Secara rinci, Ismail menyebut OJK mengatur batas usia minimum lender dan borrower adalah 18 tahun atau telah menikah, serta penghasilan minimum borrower sebesar Rp 3 juta per bulan. Kewajiban pemenuhan atas persyaratan/kriteria lender dan borrower dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisi lender dan borrower baru, dan/atau perpanjangan, paling lambat 1 Januari 2027.

Lebih lanjut, lender juga akan dibedakan menjadi lender profesional dan non profesional. Ismail menerangkan pemberi dana atau lender profesional, yaitu lembaga jasa keuangan, perusahaan berbadan hukum Indonesia/asing, orang perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun, dengan maksimum penempatan dana sebesar 20% dari total penghasilan per tahun pada 1 penyelenggara fintech lending. 

Lender profesional lainnya, yakni orang perseorangan luar negeri (non residen), pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pemerintah asing, serta organisasi multilateral,” tuturnya.

TRENDING  Orang Kaya Baru (OKB) Mudah Bangkrut, Apa Penyebabnya?

Ismail menyampaikan lender non profesional yang dimaksud, yaitu orang perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki penghasilan setara atau di bawah Rp 500 juta per tahun, dengan maksimum penempatan dana sebesar 10% dari total penghasilan per tahun pada 1 penyelenggara fintech lending. Porsi nominal outstanding pendanaan oleh lender non profesional dibandingkan total nominal outstanding pendanaan maksimum sebesar 20% yang berlaku paling lambat 1 Januari 2028.

Mengenai penguatan pengaturan mengenai fintech lending tersebut, Ismail mengatakan penyelenggara fintech lending diminta melakukan langkah-langkah persiapan dan upaya mitigasi risiko agar tidak berdampak negatif terhadap kinerja penyelenggara fintech lending. 

Sementara itu, OJK juga menyesuaikan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga fintech P2P lending mulai 1 Januari 2025. Ismail merinci bunga fintech lending untuk sektor konsumtif dengan tenor kurang dari 6 bulan menjadi sebesar 0,3% per hari.

“Tenor lebih dari 6 bulan menjadi sebesar 0,2% per hari,” ucapnya.

Untuk pembiayaan produktif sektor mikro dan ultra mikro, Ismail menerangkan tenor kurang dari 6 bulan ditetapkan bunga menjadi 0,275% per hari, sedangkan tenor lebih dari 6 bulan menjadi sebesar 0,1% per hari. Untuk pembiayaan produktif sektor kecil dan menengah, tenor kurang dari 6 bulan dan lebih dari 6 bulan bunga yang ditetapkan menjadi 0,1% per hari. 

Baca Juga: RATU Pasang Harga Tertinggi Rp 1.050 di Masa Offering IPO, Bidik Rp 624,46 Miliar

Selanjutnya: Harga Pangan Terkini di NTT 2 Januari 2025: Daging Ayam Ras dan Ikan Bandeng Naik

Menarik Dibaca: Bunga Deposito Bank Danamon di bulan Januari 2025, Tertinggi 5,00%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

TRENDING  Meneropong Penagihan Fintech Lending

Check Also

KPPU Teruskan Kasus Dugaan Kartel Fintech

KPPU Teruskan Kasus Dugaan Kartel Fintech

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan untuk melanjutkan kasus dugaan kartel di industri fintech. Kasus ini menjadi sorotan publik karena potensi dampaknya terhadap persaingan usaha dan konsumen. KPPU berkomitmen untuk menindak tegas praktik kartel yang merugikan masyarakat dan mengganggu ketertiban pasar. Semua pihak yang terlibat dalam praktik kartel akan dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Persaingan Usaha. KPPU mengajak seluruh pelaku usaha fintech untuk patuh pada aturan yang berlaku demi menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan adil bagi semua pihak

%site% | NEWS